NAMA : DHENY TIYAN IRAWAN
NPM : 18511078
KLS : 3PA09
MOTIVASI
1. Definisi
Pengertian Motivasi Menurut para Ahli
Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang
melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari
kata motif yang berarti "dorongan" atau rangsangan atau
"daya penggerak" yang ada dalam diri seseorang. Menurut Weiner
(1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi
didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk
bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap
tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), motivasi dapat
diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang
diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan
dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa yang
membuat seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999) menyatakan
bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang
dihadapinya (Siagian, 2004). Motivasi menjadi suatu kekuatan, tenaga atau daya,
atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk
bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmun,
2003). Motivasi seseorang dapat ditimbulkan dan tumbuh berkembang melalui
dirinya sendiri-intrinsik dan dari lingkungan-ekstrinsik (Elliot et al., 2000;
Sue Howard, 1999). Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri
sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar (Elliott, 2000).
Motivasi intrinsik akan lebih menguntungkan dan memberikan keajegan dalam
belajar. Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari luar
individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut (Sue Howard,
1999). Elliott et al. (2000), mencontohkannya dengan nilai, hadiah, dan/atau
penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang.
2. Teori
– teori Motivasi
a.
Drive Reinforcement
Pengertian Teori Drive Teori ”drive” bisa
diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke
arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau
binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang
kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau
drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian).
Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu
keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam
perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang
mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi
keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat
dikatakan terdiri dari:
1. Suatu keadaan yang mendorong
2. Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami
oleh keadaan terdorong
3. Pencapaian tujuan yang memadai
4. Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan
ke tingkat tujuan yang tercapai . Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan
muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian
yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi. Teori-teori
Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau
binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan
terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang,
khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme
dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk.
1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar
dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned
drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang
atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang
lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya
mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu
mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan
untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari
menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan
yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke
arah tujuan yang berbeda.
Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) Teori
ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan
jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan
penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif
(pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif (
menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah
diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya
dengan sebab akibat. Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries
tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu
dengan:
1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku
ini kepada tenaga kerja.
3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran
apa yang akan diterima.Tenaga kerja jika
jawaban yang benar terjadi
4. Memberikan ganjaran hanya jika jika
jawaban yang benar dilaksanakan.
5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan,
yang terdekat dengan kejadiannya
b.
Teori
Harapan
Teori ini diciptakan oleh David Nadler
dan Edward Lawler yang didasarkan pada empat asumsi mengenai perilaku dalam
organisasi, yaitu:
1.
Perilaku
ditentukan oleh kombinasi antara faktor faktor yang terdapat dalam diri orang
dan faktor-faktor yang terdapat di lingkungan.
2.
Perilaku
orang dalam organisasi merupakan tindakan sadar dari seseorang, dengan kata
lain perilaku seseorang adalah hasi dari sebuah keputusan yang sudah diperhitungkanoleh
orang tersebut.
3.
Orang mempunyai kebutuhan, keinginan dan
tujuan yang berbeda.
4.
Orang memilih satu dari beberapa alternatif
perilaku berdasarkan besarnya harapan memperoleh hasil dari sebuah perilaku. Atas
dasar asumsi tersebut, Nadler dan Lawler menyusun model harapan yang terdiri
dari 3 komponen, yaitu
1.
NILAI
(Valence)
Setiap bentuk insentif punya nilai
positif atau negatif bagi seseorang. Juga apakah nilai itu besar atau kecil
bagi seseorang. Contoh : Seorang karyawan mendapatkan suatu penghargaan dari
perusahaan dengan diberikan plakat, karena bakti kepada perusahaan selama
sekian tahun. Tetapi, dampak negatifnya dapat membuat kecemburuan social
terhadap karyawan lain. plakat hanya berupa sebuah pajangan yang mempunyai
nilai kecil hanya untuk kepuasaan pribadi tidak bias dikomersilkan.
2.
INSTRUMENTALITAS
Adanya hubungan antara pekerjaan yang
harus dilakukan dengan harapan yang dimiliki. Jadi jika pekerjaan dilihat bisa
merupakan alat untuk mendapatkan apa yang diharapkan timbullah motivasi kerja.
Contoh : seseorang mengikuti sebuah lembaga multi level marketing (MLM) dengan
mengharapkan keuntungan yang berlimpah, karena bila mengandalkan insentif dari
perusahaan tidak cukup memadai sebab bisnis MLM ini cukup menjanjikan.
3.
PENGHARAPAN
Persepsi tentang besarnya kemungkinan
keberhasilan mencapai tujuan/hasil kerja. Contoh: seorang karyawan mendapatkan
insentif lebih bila melakukan kerja lembur. Harapan kinerja-hasil. Orang
mengharapkan sesuatu dari perilakunya. Harapan ini Hasil dari sebuah perilaku
mempunyai kekuatan untuk menggerakkan motivasi. Dampak daya motivasi untuk
setiap orang tidak sama. Harapan upaya-kinerja. Antisipasi tentang sulitnya
mencapai suatu hasil mempengaruhi orang untuk memilih alternatif perilaku.
Teori Harapan menurut Victor Vroom,
teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak
dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan
bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya
tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan
mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang
tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang
baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran
organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu
akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
c.
Tujuan
Salah satu tujuan
yang ingin dicapai seseorang yaitu berprestasi. Untuk mencapai suatu prestasi
maka seseorang harus mencapai tujuan sesuai Visi dan Misi yang sudah ditentukan
sebelumnya. Berprestasi adalah idaman setiap individu, baik itu prestasi dalam
bidang pekerjaan, pendidikan, sosial, seni, politik, budaya dan lain-lain.
Dengan adanya prestasi yang pernah diraih oleh seseorang akan menumbuhkan suatu
semangat baru untuk menjalani aktifitas. Pengertian prestasi menurut Murray
(dalam Winardi, 2004) Melaksanakan tugas
atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi atau mengorganisasi
objek-objek fiskal, manusia atau ide-ide untuk melaksanakan hal-hal tersebut
secepat mungkin dan seindependen mungkin sesuai kondisi yang berlaku. Mencapai
perporman puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak
lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.Pengertian
kebutuhan untuk berprestasi menurut McClelland (dalam Alex Sabur, 2003:285)
adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang
lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan
yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut
Alex Sabur mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang mampu
mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut,
ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. Daya pendorong tersebut
dinamakan virus mental, karena apabila berjangkit di dalam jiwa manusia, daya
tersebut akan berkembang biak dengan cepat. Dengan kata lain, daya tersebut
akan meluas dan menimbulkan dampak dalam kehidupan.
d. Hirearki kebutuhan maslow
Abraham
Maslow, mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan
pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang
memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal
dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar
sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah
kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus
terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu
tindakan yang penting.
•
Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
•
Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki
(berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi,
berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
•
Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan;
kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila
makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan
mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi
kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni
minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi
dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam
masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan,
perlindungan, dan rasa aman.
CONTOH KASUS KERJA :
Pengabdian Yang Berujung PHK,
Kasus PHK Karyawan Securicor (238 Orang)
Tanggal diunduh: 18 Juni 2012, 6.10
Waktu Kejadian/ kasus : 8 Maret 2005
Setiap individu memiliki kewajiban dan hak
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai manusia yang dituntut untuk mengolah
dan menata kehidupan yang bermartabat dan layak. Maka dalam hal ini bahwa
setiap individu untuk selalu menjalankan aktifitas dengan bekerja pada berbagai
sektor kehidupan, dan salah satunya adalah bekerja sebagai karyawan buruh.
Menjadi persoalan besar pada kondisi negara
kita yang kini terpuruk, di tengah-tengah krisis ekonomi yang semakin sulit,
pengangguran dimana-mana, sulitnya lapangan kerja lebih diperparah lagi dengan
menjamurnya pemutusan hubungan kerja dan kebijakan-kebijakan yang sering kali
bertentangan dengan Undang-undang, masalah ini telah menjadi budaya dikalangan
Perusahaan. Menjadi fakta bagi karyawan buruh securicor yang telah bekerja
puluhan tahun menggantungkan nasibnya akan tetapi telah menjadi korban
pemutusan hubungan kerja (PHK).
Berawal pada tanggal 19 Juli 2004 lahirlah
sebuah merger antara Group4Flack dengan Securicor International di
tingkat internasional. Terkait dengan adanya mergerdi tingkat
international, maka para karyawan PT. Securicor yang diwakili oleh
Serikat Pekerja Securicor Indonesia mengadakan pertemuan dengan pihak manajemen
guna untuk membicarakan status mereka terkait dengan merger di tingkat
Internasional tersebut. Akan tetapi, pertemuan tersebut tidak menghasilkan
solusi apapun, dan justru karyawan PT. Securicor yang semakin bingung
dengan status mereka. Bahwa kemudian, Presiden Direktur PT Securicor Indonesia,
Bill Thomas mengeluarkan pengumuman bahwa PHK mulai terjadi, sehingga divisi
PGA dan ES telah menjadi imbasnya, yang lebih ironisnya adalah Ketua Serikat
Pekerja Securicor cabang Surabaya di PHK karena alasan perampingan yang
dikarenakan adanya merger di tingkat internasional.Yang memutuskan
rapat itu adalahBranch manager Surabaya.
Pada tanggal 8 Maret 2005. PHK ini
mengakibatkan 11 karyawan kehilangan pekerjaan. Proses yang dilakukan ini juga
tidak prosedural karena tidak ada anjuran dari P4P seperti di atur dalam UU
tahun 1964 tentang PHK di atas 9 orang harus terlebih dahulu melaporkan ke
instansi (P4P). Akan tetapi pihak, PT. Securicor dan kuasa hukumnya, Elsa
Syarief, SH, selalu mengatakan tidak ada merger dan tidak ada PHK, akan tetapi
pada kenyataanya justru PHK terjadi. Mengacu pada hal tersebut dengan
ketidakjelasan status mereka maka karyawan PT. Securicor memberikan surat
0118/SP Sec/IV/2005, hal pemberitahuan mogok kerja kepada perusahaan dan
instansi yang terkait pada tanggal 25 April 2005 sebagai akibat dari gagalnya
perundingan tentang merger (deadlock).
Persoalan ini terus bergulir dari mulai
adanya perundingan antara manajemen PT. Securicor Indonesia dengan Serikat
Pekerja Securicor Indonesia (SPSI) dimana pihak perusahaan diwakili oleh Leny
Tohir selaku Direktur Keuangan dan SPSI di wakili oleh Fitrijansyah
Toisutta akan tetapi kembali deadlock, sehingga permasalahan ini
ditangani oleh pihak Disnakertrans DKI Jakarta dan kemudian dilanjutkan ke P4P,
dan P4P mengeluarkan putusan dimana pihak pekerja dalam putusannya dimenangkan.
Fakta dari P4P
Agar pengusaha PT.Securicor Indonesia,
memanggil dan mempekerjakan kembali pekerja Sdr. Denny Nurhendi, dkk (284
orang) pada posisi dan jabatan semula di PT. Securicor Indonesia terhitung 7
(tujuh) hari setelah menerima anjuran ini;
Agar pengusaha PT.Securicor Indonesia,
membayarkan upah bulan mei 2005 kepada pekerja sdr. Denni Nurhendi, dkk (284)
orang;
Agar pekerja sdr. Denni Nurhendi, dkk (284)
orang, melaporkan diri untuk bekerja kembali pada pengusaha PT.Securicor
Indonesia terhitung sejak 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat anjuran ini;
Akan tetapi pihak perusahaan tidak menerima
isi putusan tersebut. Kemudian perusahaan melakukan banding ke PT. TUN Jakarta
dan melalui kuasa hukumnya Elsza Syarief, S.H., M.H. memberikan kejelasan
bahwa perusahaan tidak mau menerima para karyawan untuk kembali bekerja dengan
alasan Pihak Perusahaan sudah banyak yang dirugikan dan para pekerja sendiri
menolak untuk bekerja kembali sehingga sudah dianggap mengundurkan diri. Ternyata
ungkapan tersebut tidak benar dan itu hanya rekayasa perusahaan karena selama
ini berdasarkan bukti-bukti yang ada bahwa para pekerja sama sekali tidak minta
untuk di PHK dan tidak pernah mengutarakan kepada kuasa hukum perusahaan soal
pengunduran diri atapun mengeluarkan surat secara tertulis untuk minta di PHK.
Justru kuasa hukum dari perusahaan menganggap para karyawan telah melakukan
pemerasan dan melakukan intimidasi. Dan itu kebohongan besar. Sebab berdasarkan
bukti pihak pekerja hanya meminta pihak pengusaha untuk membayar pesangon
sebanyak 5 PMTK apabila terjadi PHK massal dan ternyata perusahaan tidak
merespon. Adapun terkait dengan aksi demo yang dilakukan oleh para serikat
pekerja adalah untuk meminta:
Dasar Tuntutan
Bahwa pekerja tetap tidak pernah minta di
PHK. Akan tetapi apabila terjadi PHK massal maka para pekerja minta untuk
dibayarkan dengan ketentuan normatif 5 kali sesuai dengan pasal 156 ayat 2,3
dan 4 UU No. 13 tahun 2003
Bahwa Penggugat melakukan pemutusan hubungan
kerja bertentangan dengan pasal 3 ayat (1) UU No. 12 tahun 1964 karena
penggugat mem-PHK pekerja tidak mengajukan ijin kepada P4 Pusat
Bahwa para pekerja meminta uang pembayaran
terhitung dari bulan juli 2005 dan meminta dibayarkan hak-haknya yang selama
ini belum terpenuhi.
Perjalanan kasus ini telah melewati
proses-proses persidangan di P4 Pusat yang telah diputus pada tanggal 29 Juni
2005, dan putusan itu telah diakui dan dibenarkan oleh Majlis Hakim Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta yang telah diambil dan dijadikan sebagai
Pertimbangan hukum. Kemudian dengan melalui pertimbangan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara Jakarta pada hari Rabu, tanggal 11 Januari 2006 harumnya keadilan
telah berpihak kepada buruh (238 karyawan) dan Majlis Hakim menolak isi gugatan
penggugat untuk seluruhnya. Dan kondisi sekarang pihak perusahaan, melalui
kuasa hukumnya tersebut telah mengajukan permohonan kasasi. dan surat tersebut
telah diberitahukan ke PBHI sebagai pihak termohon kasasi II Intervensi,
dengan putusan yang telah diputuskan bisa menjadi nilai-nilai keadilan,
kebenaran dan kejujuran yang sejati.
ULASAN
Kasus ini membahas mengenai pemutusan
hubungan kerja yang dilakukan PT. Securicor terhadat 284 orang pekerjanya
(buruh). Penyebabb terjadinya PHK massal ini dikarenakan akan dilakukannya
perampingan yang dikarenakan adanya merger di tingkat internasional. Hal
tersebut tentu saja tidak bisa diterima oleh pihak pekerja dengan begitu saja,
keputusan tersebut dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi kesepakatan
berdasarkan penetapan yang telah ada. Pihak perusahaan melakukan PHK massal
tanpa memberikan uang pesangon kepada pekerjanya, hal tersebut yang membuat
para pekerja menjadi geram.
Berdasarkan kasus diatas maka dapat berdampak
psikologis terhadap para buruh PT. Securicor tersebut. Kasus tersebut memiliki
hubungan dengan teori kebutuhan Abraham Maslow dimana PHK itu menyebabkan
dampak psikologis bagi orang terPHK tersebut. Hal ini dapat dilihat dimana
karyawan yang di PHK tersebut akan sulit untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dari hierarki Masslow. Teori kebutuhan hierarki tersebut ialah dimulai dari
kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang
hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu
peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada
peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting (Masslow, 1993).
Dimana tingkatan pertama dari hierarki tersebut pun akan susah di penuhi
olehnya karena ia telah menjadi pengangguran. Selain itu, ia juga tidak akan
dapat memenuhi kebutuhan ‘safety’ nya karena ia tidak dapat memenuhi kebutuhan
mendasarnya. Hal ini akan mengakibatkan ia tidak dapat menaiki tingkat
kebutuhan Maslow yang lain. Dilain sisi yakni pada pihak perusahaan dapat
dikaitkan dengan salah satu teori kontemporer motivasi yaitu teori harapan.
Karena pihak perusahaan melakukan hal-hal yang minimum hanya untuk
menyelamatkan diri, dalam kasus ini menyelamatkan pimpinan-pimpinan perusahaan
yang serakah.
Dampak psikologis yang dialami para buruh
juga berkenaan mengenai menurunnya tingkat motivasi mereka dengan tidak
diberikannya uang pesangan, sehingga membuat mereka tidak dapat terpenuhinya
faktor-faktor motivasi kerja yang sangat kuat yakni terpenuhinya kebutuhan yang
mendasar untuk mempertahankan hidup (Martharia, 1999).
Disamping itu pula, para buruh tidak dapat
mencapai kepuasan dalam melakukan pekerjaan mereka, seperti yang dikemukakan
dalam teori kepuasan (content theory) yang menjelaskan bahwa jika kebutuhan dan
kepuasannya semakin terpenuhi maka semangat kerjanya pun akan semakin baik pula
(Makmun, 2003). Jadi pada kesimpulannya, seseorang akan bertindak (bersemangat
bekerja) untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (Inner Needs) dan kepuasannya
namun begitu pula sebaliknya. Dalam masalah ini para buruh tidak mencapai
kepuasan pada pekerjaan mereka sehingga mereka menjadi geram.
Solusi yang dapat diberikan terhadap kasus
ini ialah, dengan melakukan perundingan antara pihak pimpinan perusahaan dan
para buruh yang akan di PHK. Perundingan tersebut dilakukan dengan tujuan dapat
memperoleh keputusan yang optimal, yakni apabila tetap melakukan PHK maka para
buruh harus dipenuhi terlebih dahulu haknya seperti halnya uang pesangon sisah
mereka bekerja. Namun apabila keputusan untuk melakukan PHK dibatalkan maka
tempatkan kembali para buruh di posisi kerja mereka masing-masing dan berikan
motivasi kepada setipa pekerja agar dapat kembali bekerja secara maksimal agar
dapat memajukan perusahaan. Bentuk perubahan yang dapat dilakukan yakni
mengenai situasi kerja, sehingga dapat menumbuhkan motivasi dalam diri setiap
karyawan salah satunya seperti kultir organisasi yang meliputi norma, nilai dan
keyakinan bersama anggota perusahaan untuk meningkatkan individu. Kultur yang
mengembangkan rasa hormat kepada karyawan, yang melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan (Furtwengler, 2003).
SUMBER :