Rabu, 03 Juli 2013

Kaitan Abnormalitas dengan Konsep Motivasi ,Stres dan Gender

NAMA  : DHENY TIYAN IRAWAN
NPM     : 18511078
KLS      : 2 PA 09


Dalam pandangan psikologi, untuk menjelaskan apakah seorang individu menunjukkan perilaku abnormal dapat dilihat dari tiga kriteria berikut:
1. Kriteria Statistik 
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku abnormal. 
2. Kriteria Norma 
Apabila seorang individu kerapkali menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal. 
3. Kriteria Patologis 
Kriteria yang pertama (statististik) dan kedua (norma) pada dasarnya bisa dideteksi oleh orang awam, tetapi kriteria yang ketiga (patologis) hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar memiliki keahlian di bidangnya, misalnya oleh psikolog atau psikiater. Misalkan, seorang yang melakukan kehidupan sex bebas. Di Indonesia, perilaku sex bebas bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal, karena tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang disepakati dan juga tidak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tetapi di Swedia dan beberapa negara Barat lainnya bisa dianggap sebagai bentuk perilaku normal, karena masyarakat di sana mengijinkannya (permisif) dan sebagian besar masyarakat di sana melakukan tindakan sex bebas.
Kaitannya Dengan Konsep Motivasi  
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). 
Teori-Teori Motivasi
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya..
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: 
(1) durasi kegiatan; 
(2) frekuensi kegiatan; 
(3) persistensi pada kegiatan; 
(4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; 
(5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; 
(6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; 
(7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
(8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. 
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. 
Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) 
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. 
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : 
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. 
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif. 
Kaitannya Dengan Stres 
Setiap manusia di dalam kehidupan sehari-harinya tentu pernah mengalami kegagalan dan ketidaksesuaian kenyataan yang dihadapi dengan harapan sebelumnya. Kondisi ini dapat mengarahkan dia ke situasi yang tidak nyaman, yang membuat dirinya sedih, cemas, ragu-ragu, atau bingung. Kondisi ini adalah salah satu ciri adanya gangguan psikis, yang mana di bidang psikologi di antaranya dikenal sebagai kondisi stres. 
Stres yang terjadi akan menimbulkan berbagai komplikasi gangguan, baik fisik, sosial maupun psikologis. Kemampuan berfikir individu pada kondisi stress mengalami perubahan, terutama dalam konsentrasi, kemampuan memahami situasi, pengambilan keputusan dan menemukan solusi. Hal tersebut menimbulakan perilaku abnormal pada individu yang mengalami stres. 
Hubungan antara fikiran (mind )dan tubuh sangat berkaitan erat sudah dipastikan fungsi mental selalu tergantung pada otak, sekarang para klinis dan ilmuan menyadari bahwa pikiran dan tubuh sangat kuat terjalin tidak seperti yang diperkirakanoleh model dualistic itu bahwa faktor psikologis mempengaruhi dan dipengaruhi oleh fungsi fisik. Dengan kata lain, kesehatan mental dan kesehatan fisik tidak terpisahkan (Kendler, 2001 ; USDHHS, 1999a). 
Dalam buku Psikologi klinis definisi stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an I nternal and eksternal pressure and other troublesome condition in life). Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2002) stres merupakan suatu keadaan tertekan baik itu secara fisisk maupun psikologis.  Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu yang dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang diingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab timbulnya stres. 
Dari uraian diatas dapat diketahui perialku abnormal akibat gangguan stres adalah sebagai berikut : 
a. Agresi 
Yaitu kemarahan yang meluap-luap dan mengadakan penyerangan kasar karena seseorang mengalami kegagalan. Biasanya adapula tindakan sadistik dan membunuh orang. Agresi ini sangat menggangu fungsi intelegensi sehingga harga dirinya merosot. 
b. Regresi 
Yaitu kembalinya individu pada pola-pola primitif dan kekanak-kanakan. Misalnya dengan jalan menjerit-jerit, menangis meraung-raung, membanting barang, menghisap ibu jari, mengompol, pola tingkah laku histeris, dll. Tingkah laku diatas didorong oleh adanya rasa dongkol, kecewa ataupun tidak mampu memecahkan masalah. Tingkah laku diatas adalah ekspresi dari rasa menyerah, kalah, putus asa dan mental yang lemah. 
c. Fixatie 
Merupakan suatu respon individu yang selalu melakukan sesuatu yang bentuknya stereotipi, yaitu selalu memakai cara yang sama. Misalnya, menyelesaikan kesulitannya dengan pola membisu, membentur kepala, berlari-lari histeris, mengedor-gedor pintu memukul-mukul dada sendiri, dll. Semua itu dilakukan sebagai alat pencapai tujuan, menyalurkan kedongkolan ataupun alat balas dendam. 
d. Pendesakan dan komplek-komplek terdesak 
Pendesakan adalah usaha untuk menghilangkan atau menekankan ketidak sadaran beberapa kebutuhan, pikiran-pikiran yang jahat, nafsu-nafsu dan perasaan yang negatif. Karena didesak oleh keadaan yang tidak sadar maka terjadilah komplek-komplek terdesak yang sering menggangu ketenangan batin yang berupa mimpi-mimpi yang menakutkan , halusinasi, delusi, ilusi, salah baca, dll. 
e. Rasionalisme 
Adalah cara untuk menolong diri secara tidak wajar atau taktik pembenaran diri dengan jalan membuat sesuatu yang tidak rasional dengan tidak menyenangkan. Misalnya, seorang yang gagal secara total melakukan tugas akan berkata bahwa tugas tersebut terlalu berat baginya karena dirinya masih muda. 
f. Proyeksi 
Adalah usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan sikap-sikap diri yang negative pada orang lain. Misalnya orang yang sangat iri hati dengan kekayaan dan kesuksesan tetangganya akan berkata bahwa sesungguhnya tetangganyalah yang sebenarnya irihati pada dirinya. 
g. Tehnik Anggur masam 
Usaha memberikan atribut yang jelek atau negative pada tujuan yang tidak bisa dicapainya. Misalnya seseorang mahasiswa yang gagal menempuh ujian akan berkata bahwa soal ujian tidak sesuai dengan bahan yang diajarkan.
 h. Tehnik jeruk manis 
Adalah usaha memberikan atribut-atribut yang bagus dan unggul pada semua kegagalan kelemahan dan kekurangan sendiri. Misalnya seorang diplomat yang gagal total melakukan tugas akan berkata “Inilah tehnik diplomatif bertaraf internasional, mundur untuk merebut kemenangan” 
i. Identifikasi 
Adalah usaha menyamakan diri sendiri dengan orang lain, misalnya mengidentifikasikan diri dengan bintang film tenar, professor cemerlang dll. Semua itu bertujuan memberikan keputusan semu pada dirinya. j. Narsisme 
Adalah perasaan superior, merasa dirinya penting dan disertai dengan cinta diri yang patologis dan berlebih-lebihan. Orang ini sangat egoistis dan tidak pernah peduli dengan dunia luar. 
k. Autisme 
Ialah gejala menutup diri secara total dari dunia nyata dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar yang dianggap kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung bahaya yang mengerikan. Maka bila tingkah laku yang demikian dijadikan pola kebiasaan akan mengakibatkan bertumpuknya kesulitan hidup, bertambahnya konflik-konflik batin yang kronis lalu terjadilah disintegrasi kepribadian.
Cara Meminimalisir Gangguan Stres 
Dalam psikologi ada berbagai cara untuk meminimalisir gangguan stres. Menurut Wallace (2007) adalah sebagai berikut :
1) Cognitive restructuring, yaitu dengan mengubah cara berfikir negative menjadi positif. Hal ini dapat dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan. 
2) Journal writing, yaitu menuangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dalam jurnal atau gambar. 
3) Time management, yaitu mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi stres akibat tekanan waktu. 
4) Relaxation technique, yaitu mengembalikan kondisi tubuh pada homoestatis, yaitu kondisi tenang sebelum ada stressor. 
Kaitannya Dengan Gender  
Gangguan Identitas Gender atau transeksualisme adalah ketidakpuasan psikologis terhadap gender biologisnya sendiri, gangguan dalam memahami identitasnya sendiri, sebagai laki laki atau perempuan. Tujuan utamanya bukan rangsangan seksual tetapi lebih berupa keinginan untuk menjalani kehidupan lawan jenisnya. Dibeberapa budaya, individu dengan identitas gender yang keliru sering dikaitkan dengan kemampuan cenayang atau peramal dan diperlakukan sebagai figur yang dihormati namun tidak jarang justru dijadikan objek ingin tahu, cemoohan hingga sasaran kekerasan. 
Gangguan identitas gender “berbeda” dengan individu interseks atau hermaphrodite dimana terlahir dengan alat kelamin yang tidak jelas akibat abnormalitas hormonal atau abnormalitas fisik lainnya. Sebaliknya individu dengan gangguan identitas gender tidak menunjukkan abnormalitas fisik. Diduga penyebabnya karena mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya akibat keinginan orang tua terhadap jenis kelamin berbeda atau kurangnya teman bermain yang sejenis selama tahun awal sosialisasi. Para ilmuwan belum menemukan adanya peran biologis yang spesifik terhadap gangguan identitas gender.