NPM : 18511078
KLS : 2 PA 09
Dalam pandangan psikologi, untuk menjelaskan apakah seorang
individu menunjukkan perilaku abnormal dapat dilihat dari tiga kriteria
berikut:
1. Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila
menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang
secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve
Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada
pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan
baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku abnormal.
2. Kriteria Norma
Apabila seorang individu kerapkali menunjukkan perilaku yang
melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa dianggap sebagai bentuk
perilaku abnormal.
3. Kriteria Patologis
Kriteria yang pertama (statististik) dan kedua (norma) pada
dasarnya bisa dideteksi oleh orang awam, tetapi kriteria yang ketiga
(patologis) hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar memiliki keahlian
di bidangnya, misalnya oleh psikolog atau psikiater. Misalkan, seorang yang
melakukan kehidupan sex bebas. Di Indonesia, perilaku sex bebas bisa dianggap
sebagai bentuk perilaku abnormal, karena tidak sesuai dengan norma-norma dan
nilai-nilai yang disepakati dan juga tidak dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia, tetapi di Swedia dan beberapa negara Barat lainnya bisa
dianggap sebagai bentuk perilaku normal, karena masyarakat di sana mengijinkannya
(permisif) dan sebagian besar masyarakat di sana melakukan tindakan sex bebas.
Kaitannya Dengan Konsep Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan
suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri
(motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Teori-Teori Motivasi
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak
menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks
belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya..
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
(1) durasi kegiatan;
(2) frekuensi kegiatan;
(3) persistensi pada kegiatan;
(4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi
rintangan dan kesulitan;
(5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
(6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan;
(7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
(8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan
beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow
(Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3)
teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5)
teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori
Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan
Imbalan dengan Prestasi.
Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia
merupakan individu yang unik. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama
diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila
berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai
hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan
timbul lagi di waktu yang akan datang; Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan
mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang
tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak
lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya
yang lebih bersifat aplikatif.
Kaitannya Dengan Stres
Setiap manusia di dalam kehidupan sehari-harinya tentu pernah
mengalami kegagalan dan ketidaksesuaian kenyataan yang dihadapi dengan harapan
sebelumnya. Kondisi ini dapat mengarahkan dia ke situasi yang tidak nyaman,
yang membuat dirinya sedih, cemas, ragu-ragu, atau bingung. Kondisi ini adalah
salah satu ciri adanya gangguan psikis, yang mana di bidang psikologi di
antaranya dikenal sebagai kondisi stres.
Stres yang terjadi akan menimbulkan berbagai komplikasi
gangguan, baik fisik, sosial maupun psikologis. Kemampuan berfikir individu
pada kondisi stress mengalami perubahan, terutama dalam konsentrasi, kemampuan
memahami situasi, pengambilan keputusan dan menemukan solusi. Hal tersebut
menimbulakan perilaku abnormal pada individu yang mengalami stres.
Hubungan antara fikiran (mind )dan tubuh sangat berkaitan erat
sudah dipastikan fungsi mental selalu tergantung pada otak, sekarang para
klinis dan ilmuan menyadari bahwa pikiran dan tubuh sangat kuat terjalin tidak
seperti yang diperkirakanoleh model dualistic itu bahwa faktor psikologis
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh fungsi fisik. Dengan kata lain, kesehatan
mental dan kesehatan fisik tidak terpisahkan (Kendler, 2001 ; USDHHS,
1999a).
Dalam buku Psikologi klinis definisi stres adalah tekanan
internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an
I nternal and eksternal pressure and other troublesome condition in life).
Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2002) stres merupakan suatu keadaan tertekan
baik itu secara fisisk maupun psikologis. Stres bersumber dari frustasi
dan konflik yang dialami individu yang dapat berasal dari berbagai bidang
kehidupan manusia. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang
diingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab
timbulnya stres.
Dari uraian diatas dapat diketahui perialku abnormal akibat
gangguan stres adalah sebagai berikut :
a. Agresi
Yaitu kemarahan yang meluap-luap dan mengadakan penyerangan
kasar karena seseorang mengalami kegagalan. Biasanya adapula tindakan sadistik
dan membunuh orang. Agresi ini sangat menggangu fungsi intelegensi sehingga
harga dirinya merosot.
b. Regresi
Yaitu kembalinya individu pada pola-pola primitif dan
kekanak-kanakan. Misalnya dengan jalan menjerit-jerit, menangis meraung-raung,
membanting barang, menghisap ibu jari, mengompol, pola tingkah laku histeris,
dll. Tingkah laku diatas didorong oleh adanya rasa dongkol, kecewa ataupun
tidak mampu memecahkan masalah. Tingkah laku diatas adalah ekspresi dari rasa
menyerah, kalah, putus asa dan mental yang lemah.
c. Fixatie
Merupakan suatu respon individu yang selalu melakukan sesuatu
yang bentuknya stereotipi, yaitu selalu memakai cara yang sama. Misalnya,
menyelesaikan kesulitannya dengan pola membisu, membentur kepala, berlari-lari
histeris, mengedor-gedor pintu memukul-mukul dada sendiri, dll. Semua itu
dilakukan sebagai alat pencapai tujuan, menyalurkan kedongkolan ataupun alat
balas dendam.
d. Pendesakan dan komplek-komplek terdesak
Pendesakan adalah usaha untuk menghilangkan atau menekankan
ketidak sadaran beberapa kebutuhan, pikiran-pikiran yang jahat, nafsu-nafsu dan
perasaan yang negatif. Karena didesak oleh keadaan yang tidak sadar maka
terjadilah komplek-komplek terdesak yang sering menggangu ketenangan batin yang
berupa mimpi-mimpi yang menakutkan , halusinasi, delusi, ilusi, salah baca,
dll.
e. Rasionalisme
Adalah cara untuk menolong diri secara tidak wajar atau taktik
pembenaran diri dengan jalan membuat sesuatu yang tidak rasional dengan tidak
menyenangkan. Misalnya, seorang yang gagal secara total melakukan tugas akan
berkata bahwa tugas tersebut terlalu berat baginya karena dirinya masih
muda.
f. Proyeksi
Adalah usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan
sikap-sikap diri yang negative pada orang lain. Misalnya orang yang sangat iri
hati dengan kekayaan dan kesuksesan tetangganya akan berkata bahwa sesungguhnya
tetangganyalah yang sebenarnya irihati pada dirinya.
g. Tehnik Anggur masam
Usaha memberikan atribut yang jelek atau negative pada tujuan
yang tidak bisa dicapainya. Misalnya seseorang mahasiswa yang gagal menempuh
ujian akan berkata bahwa soal ujian tidak sesuai dengan bahan yang diajarkan.
h. Tehnik jeruk manis
Adalah usaha memberikan atribut-atribut yang bagus dan unggul
pada semua kegagalan kelemahan dan kekurangan sendiri. Misalnya seorang
diplomat yang gagal total melakukan tugas akan berkata “Inilah tehnik
diplomatif bertaraf internasional, mundur untuk merebut kemenangan”
i. Identifikasi
Adalah usaha menyamakan diri sendiri dengan orang lain, misalnya
mengidentifikasikan diri dengan bintang film tenar, professor cemerlang dll.
Semua itu bertujuan memberikan keputusan semu pada dirinya. j. Narsisme
Adalah perasaan superior, merasa dirinya penting dan disertai
dengan cinta diri yang patologis dan berlebih-lebihan. Orang ini sangat
egoistis dan tidak pernah peduli dengan dunia luar.
k. Autisme
Ialah gejala menutup diri secara total dari dunia nyata dan
tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar yang dianggap kotor dan jahat,
penuh kepalsuan dan mengandung bahaya yang mengerikan. Maka bila tingkah laku
yang demikian dijadikan pola kebiasaan akan mengakibatkan bertumpuknya
kesulitan hidup, bertambahnya konflik-konflik batin yang kronis lalu terjadilah
disintegrasi kepribadian.
Cara Meminimalisir Gangguan Stres
Dalam psikologi ada berbagai cara untuk meminimalisir gangguan
stres. Menurut Wallace (2007) adalah sebagai berikut :
1) Cognitive restructuring, yaitu dengan mengubah cara berfikir negative menjadi positif. Hal ini dapat dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan.
1) Cognitive restructuring, yaitu dengan mengubah cara berfikir negative menjadi positif. Hal ini dapat dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan.
2) Journal writing, yaitu menuangkan apa yang dirasakan dan
dipikirkan dalam jurnal atau gambar.
3) Time management, yaitu mengatur waktu secara efektif untuk
mengurangi stres akibat tekanan waktu.
4) Relaxation technique, yaitu mengembalikan kondisi tubuh pada
homoestatis, yaitu kondisi tenang sebelum ada stressor.
Kaitannya Dengan Gender
Gangguan Identitas Gender atau transeksualisme adalah
ketidakpuasan psikologis terhadap gender biologisnya sendiri, gangguan dalam
memahami identitasnya sendiri, sebagai laki laki atau perempuan. Tujuan
utamanya bukan rangsangan seksual tetapi lebih berupa keinginan untuk menjalani
kehidupan lawan jenisnya. Dibeberapa budaya, individu dengan identitas gender
yang keliru sering dikaitkan dengan kemampuan cenayang atau peramal dan
diperlakukan sebagai figur yang dihormati namun tidak jarang justru dijadikan
objek ingin tahu, cemoohan hingga sasaran kekerasan.
Gangguan identitas gender “berbeda” dengan individu interseks
atau hermaphrodite dimana terlahir dengan alat kelamin yang tidak jelas akibat
abnormalitas hormonal atau abnormalitas fisik lainnya. Sebaliknya individu
dengan gangguan identitas gender tidak menunjukkan abnormalitas fisik. Diduga
penyebabnya karena mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya akibat keinginan
orang tua terhadap jenis kelamin berbeda atau kurangnya teman bermain yang
sejenis selama tahun awal sosialisasi. Para ilmuwan belum menemukan adanya
peran biologis yang spesifik terhadap gangguan identitas gender.