Dheny Tiyan Irawan
18511078
3PA09
Tugas softskill
psikoterapi 3
I . Analisis
Transaksional (BERINE)
A. Konsep Dasar
Analisis Transaksional
(AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan
interaksional. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara
seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi
bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat
ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat,
benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah
seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak. AT dikembangkan oleh
Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Analisis
Transaksional (AT) dapat digunakan dalam konseling individual, tetapi lebih
cocok digunakan dalam konseling kelompok. Analisis Transaksional melibatkan
suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan
tujuan-tujuan dan arah proses konseling. Pendekatan ini menekankan pada aspek
perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi
dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan
pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi
mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan
baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
B . Unsur-unsur Terapi:
1) Munculnya Gangguan
Dari eksperimen ini
Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan oleh bagaimana
ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi dan
hubungan traksaksional antara ketiga status ego itu dapat mendorong pertumbuhan
diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan psikologis.
Percobaan Eric Berne ini dilakukan hamper 15 tahun dan akhirnya dia merumuskan
hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut Analisis Transaksional
dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961. Selanjutnya tahun 1964 dia
menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun 1966 menerbitkan Principles of
Group Treatment. Pengikut Eric Berne adalah Thomas Harris, Mc Neel J. dan R.
Grinkers.
2) Tujuan Terapi
Tujuan utama dari
Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan
baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan
sasarnya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam
memilih telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan
terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964)
dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari AT adalah pencapaian otonom yang
diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik; kesadaran, spontanitas,
dan keakraban.
3) Peran Terapis
Peran terapis yaitu
membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau yang
merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu,
mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang
telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan
dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih
realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih
otonom. Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada
kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam
proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung
klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai
oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego
Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa
keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.
C. Tekhnik- Tekhnik
Terapi
Dalam
AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan
lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, konselor memfokuskan
perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang
dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan
dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis
mainan dan analisis skript,.
1. Analisis Struktur
Analisis struktur
maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian
klien yang terlihat dari respons atau stimulus klien dengan orang lain
2. Analisis transaksional
Konselor menganalisis
pola transaksi dalam kelompok, sehingga konselor dapat mengetahui ego state
yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut
sudah tepat atau belum.
3. Analisis Mainan
Analisis mainan adalah
analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau
dengan Lingkungannya. Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh
klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah klien mampu
menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih
rendah.
4. Analisis Skript
Analisis Skript ini
merupakan usaha konselor untuk mengenal proses terbentuknya skript yang
dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi
seseorang sejak dalam asuhan orang tua, pada masa ini terjadi transaksi antara
orang tua dengan anak-anaknya. Dan pada akhirnya terbentuk suatu tujuan hidup
dan rencana hidup (script atau naskah). Hal ini dilakukan apabila konselor
sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkit posisi hidup yang tidak sehat.
II . Rational Emotive
Therapy (Ellis)
A. Konsep Dasar, Pandangan, Rational Emotive Therapy Tentang Kepeibadian
Rational Emotive
Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun
1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik
yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang emosi buka dua proses yang
terpisah. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran
yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang
intrinsik. Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat
dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis yaitu ada tiga pilar yang
membangun tingkah laku individu, diantaranya:
· Antecedent event (A)
Merupakan segenap
peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang
berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu
keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan
antecendent event bagi seseorang.
· Belief (B)
Merupakan keyakinan,
pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational
belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB).
Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang
tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan Neo
Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan
bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis
(Ellis, 1974).
Unsur pokok terapi
rasional-emotif adalah asumsi bahwa berfikir dan yang tidak rasional merupakan
keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal,
emosional, dan keran itu tidak produktif.
· Emotional consequence (C)
Merupakan konsekuensi
emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau
hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
B.
Unsur-Unsur Terapi
· Munculnya Gangguan
Berpikir irasional ini
diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang
tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari
kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir
yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.
Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara
berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional. Rational Emotive Therapy yang
menolak pandangan aliran psikoanalisis yang berpandangan bahwa peristiwa dan
pengalaman individu menyebabkan terjadinyagangguan emosional. Menurut Ellis
bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternalyang menimbulkan emosional, akan
tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan terhadap peristiwa atau
pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seorang yang
bersifat irrasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya.
· Tujuan Terapi
- Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi,
cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan
tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat
mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui
tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
- Menghilangkan gangguan-gangguan
emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa
berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
· Peran Terapis
Terapis memiliki
tugas-tugas yang spesifik yaitu :
v Mengajak klien untuk
berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi
banyak gangguan tingkah laku.
v Menantang klien untuk menguji
gagasan-gagasannya.
v Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan
pemikirannya.
v Menggunakan suatu
analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
v Menunjukkan bahwa
keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan
akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
v Menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran
klien
v Menerangkan bagaimana
gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang
rasional yang memiliki landasan empiris, dan
v Mengajari klien
bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepikir sehingga klien bisa
mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan irasional dan kesimpulan-kesimpulan
yang tidak logis sekarang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan
cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
· Teknik-teknik terapi Rational Emotive
Therapy
Teknik-Teknik Emotif
(Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan
untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus
menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
b. Bermain peran
Teknik untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan
secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu.
Teknik-teknik
Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong
klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk
tingkah laku-tingkah laku baru pada klien.
Teknik-teknik Kognitif
a. Home work assigments,
Teknik yang
dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri,
dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku
yang diharapkan.
b. Latihan assertive
Teknik untuk melatih
keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang
diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
III. Terapi Perilaku
a. Konsep Dasar
Terapi perilaku (behavior
therapy) dan pengubahan perilaku (behavior modification) atau pendekatan
perilaku dalam konseling dan psikoterapi, adalah salah satu dari beberapa
“revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya konseling dan
psikoterapi (Gunarsa, 1992:191)
Terapi perilaku adalah
penggunaan prinsip dan paradigma belajar yang ditatpkan secara eksperimental
untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku
adalah penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara sistematik
hipotesis mana terapi didasarkan.
1. Classical Conditioning
Adapun penelitiannya
yang dilakukannya adalah dengan mengoperasi kelenjar ludah anjing sehinnga
memungkinkan untuk mengukur dengan teliti air liur yang keluar sebagai respon.
Setelah percobaan diulang berkali-kali, maka ternyata air liur telah keluar
sebelum makanan sampai kemulutnya, yaitu:
a. Pada waktu melihat piring makanan.
b. Pada waktu melihat orang yang biasa
memberi makanan.
c. Pada waktu mendengar langkah orang yang
memberi makanan.
Jadi makanan disini
merupakan perangsang (stimulus) yang sewajarnya bagi reflek keluarnya air liur,
sedangkan piring, orang, dan suara langkah merupakan stimulus yang bukan
sewajarnya. Terhadap percobaan ini Pavlov mengambil kesimpulan bahwa signal dapat
memainkan peranan yang sangat penting dalam adaptasi hewan terhadap sekitarnya.
Reaksi mengeluarkan air liur karena mengamati pertanda disebut dengan istilah
reflek bersyarat atau conditioned reflek (CR), pertanda atau signal disebut
perangsang bersyarat atau conditioned stimulus (CS), makanan dsebut perangsang
tak bersyarat atau Unconditioned stimulus (US), sendangkan keluarnya air liur
karena makanan disebut reflek tak bersyarat atau unconditioned reflek (UR).
2. .
Operant Conditioning
Dasar dari
pengkondisian operan (operant conditioning)
dikemukakan oleh E.L. Thorndike pada tahun 1911, yakni beberapa waktu sesudah munculnya teori
classical conditioning yang dikemukakan oleh Pavlov. Pada saat itu thorndike
mempelajari pemecahan masalah pada binatang yang diletakkan di dalam sebuah
“kotak teka-teki”. Dimana setelah beberapa kali percobaan, binatang itu mampu
meloloskan diri semakin cepat dari perobaan percobakan sebelumnya. Thorndike
kemudian mengemukakan hipotesis“ apabila suatu respon berakibat menyenangkan,
ada kemungkinan respon yang lain dalam keadaan yang sama” yang dikenal dengan
hukum akibat“ low of effect.
3. Modeling
Prinsip teori yang
melandasi teknik terapi ini adalah teori mengenai belajar melalui pengamatan
(observation learning) atau sering juga disebut belajar sosial (social
learning) dari Walter dan Bandura. pada prinsipnya, terapis memperlihatkan
model yang tepat untuk membuat klien dapat meniru bagaimana ia seharusnya
melakukan upaya menghilangkan perasaan dari pikiran yang tidak seharusnya dari
orang lain yang disebut model itu.
Terhadap dua konsep
yang berbeda yang digunakan dalam modeling ini, yakni antara coping danmastery
model menampilkan perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani ketakutan.
Sebaliknya,coping model pada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa
takut untuk menghadapi hal yang semula menakutkan.
b. Unsur-unsur Terapi
1. Munculnya Gangguan
Indikasi utama ialah
gangguan fobik, perilaku kompulsif, dan deviasi sexual seperti exhibionisme.
2. Tujuan terapis
a.
Mengubah perilaku yang tidak sesuai pada klien
b. Membantu klien belajar dalam proses
pengambilan keputusan secara lebih efisien.
c. Mencegah munculnya masalah di kemudian hari.
d. Memecahkan masalah perilaku khusus yang
diminta oleh klien.
e. Mencapai perubahan perilaku yang dapat
dipakai dalam kegiatan kehidupannya.
Description:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHRRxfOi97uD8J0sfokCbMYweH-LKEMjnRfFIZyXbH_OuJwL0UncOUH2mzqSHMlKm78WZXWvS-iYn7unHOMKFY9FX_NuNKcrP_g5I2xLJvmjePNXsRIXaD4LWr_3rkJ2Dhyphenhyphenipi1f3wGr1Q/s1600/Tanda-dan-Gejala-Pada-Anak-Autisme.jpg
3. Peran terapis
Terapis tingkah laku harus
memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis
menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia,
para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam
menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah
laku yang baru danadjustive.
4. Teknik-teknik terapi
a.
Desensitisasi sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau
counterconditioning. Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons yang
bertentangan dengan kecemasan, seperti relaksasi. Individu belajar untuk relaks
dalam situasi yang sebelumnya menimbulkan kecemasan.
b. Flooding adalah
prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan dirinya
sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk
periode waktu yang cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
c. Penguatan sistematis (systematic
reinforcement) didasarkan atas prinsip operan, yang disertai pemadaman respons
yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan disertai pemberian hadiah untuk
respons yang diharapkan dan tidak memberikan hadiah untuk respons yang tidak
diharapkan.
d. Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan
dengan menggunakan belajar observasionnal. Cara ini sangat efektif untuk
mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada klien
untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa menjadi
terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku dengan
permainan simulasi (role-playing).
Sumber